Jaman Nabi dahulu, untuk penamaan tahun agar mudah diingat mereka menandai dengan apa yang sedang happening pada saat itu. Seperti ketika abrahah menyerang Mekah, dikenal sebagai tahun gajah karena para pasukan yang hendak menghancurkan Ka'bah, datang menaiki hewan besar ini.
Tahun 2018 anak kami; Mili lahir. Saya ragu menandai dengan cara yang sama karena ketika itu sedang ramai Es Kepal Milo. Pada saat yang sama, lagu Lagi Syantiknya Siti Badriyah juga baru ngehits. Jadi, ah syudahlah..
Biar bagaimanapun, bagi kami 2018 adalah tahun yang begitu spesial. Banyak hal berubah. Tidak mudah, memang. Tapi semua itu kami coba jalani dengan riang gembira.
Bagaimana tidak, mencuci popok yang terkena eek itu memang pekerjaan yang tidak menyenangkan. Tapi mendapati anak yang tidak bisa eek; jauh lebih tidak menyenangkan. Sedih. Semenjak melihat bokong Mili di odol-odol oleh bu dokter, kami berusaha untuk lebih pandai mensyukuri apapun yang ada di depan kami.
Tidak bisa makan bareng, dinikmati aja. Kurang tidur, disyukuri. Shalat disamping ember berisi ompol-pun, asikin aja.
2018 juga berisi kesadaran-kesadaran baru. Layaknya sebuah koin, kesadaran tersebut mempunyai dua sisi yang berbeda.
Satu sisi ia mengabarkan; Gemilang sejarah hanyalah menara debu. Tinggi, indah, menjulang, membuai, namun semu. Kosong. Tak tersentuh. Di lain sisi ia turut mengabarkan bahwasannya kelak; kisah paling membanggakan untuk diceritakan kepada anak cucu adalah yang berjudul; "SETIDAKNYA KITA PERNAH BERJUANG".
Di kisah tersebut ada keintiman. Ada detail-detail. Ada pembenaran-pembenaran atas kegagalan. Ada strategi baru. Ada do'a yang tak berhenti dipanjatkan.
Komentar
Posting Komentar